MENGENAL HIDROPONIK LEBIH DEKAT :
Hidroponik berasal dari dua kata dalam bahasa Latin, yaitu hydro (air) dan ponos (kerja). Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh W.F. Gericke dari Universitas California pada awal tahun 1930-an. Saat itu Gericke melakukan percobaan hara tanaman pada skala komersial. Secara ilmiah, definisi dari hidroponik adalah suatu cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah, melainkan menggunakan media yang diberikan larutan hara dengan kandungan semua elemen essensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tanaman. Tanpa adanya tanah, maka kenampakan akar tanaman akan tampak bersih dan dapat terhindar dari penyakit tular tanah serta serangan hama yang hidup di tanah.
Sistem penanaman hidroponik mengandalkan media tanam yang mampu menopang akar tanaman sekaligus menahan larutan unsur hara supaya cukup waktu bagi tanaman untuk menyerapnya. Oleh karena itu, media tanam yang baik harus memenuhi kriteria sebagai media yang tidak mempengaruhi kandungan larutan nutrisi, tidak menyumbat sistem pengairan, serta mempunyai pori-pori yang baik. Media tanam yang dimaksud antara lain rockwool, perlite, cocopeat, kerikil, hydroton, oasis, vermiculite, dan sekam bakar.
Selain dukungan media tanam yang mumpuni, dalam sistem hidroponik perlu memperhatikan empat elemen penting sebagai faktor penentu keberhasilan, yaitu konsentrasi unsur hara terlarut (EC/electrical conductivity), jumlah oksigen terlarut, tingkat kemasaman larutan (pH), dan cahaya matahari. Konsentrasi unsur hara (EC) optimal antara 1,5-2 untuk tanaman berumur lebih dari 1 minggu setelah sebar. Oksigen terlarut dapat dijaga dengan menggunakan air mengalir, pemasangan aerator, atau mengganti air secara periodik. pH tanah dijaga pada kisaran 5,5-6,5. Apabila pH menurun, tambahkan air, sebab pada umumnya keadaan ini berhubungan erat dengan konsentrasi nutrisi dalam air yang meningkat.
Kelebihan dari bertanam hidroponik adalah produksi tanaman per satuan luas lebih banyak. Selain itu, tanaman tumbuh lebih cepat, lebih higienis, pemakaian pupuk lebih hemat, penggunaan air lebih efisien, tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol pH lebih teliti, serangan hama dan penyakit bisa dikurangi, hasil panen lebih baik, serta tanaman dapat ditanam di lokasi yang sulit ditanami. Walaupun kelebihannya cukup banyak, sistem hidroponik masih memiliki beberapa kelemahan, di antaranya ketersediaan dan pemeliharaan perangkat masih sulit, memerlukan ketrampilan dan pengetahuan khusus meramu nutrisi, perlu perhatian ekstra, jika satu tanaman terserang penyaki akan lebih cepat menyebar, dan investasi awal lumayan mahal.
Pada hidroponik terdapat 6 (enam) jenis sistem dasar yang dapat dipilih. Pilihan sistem yang digunakan hendaknya menyesuaikan dengan ukuran tanaman dan luasan lahan yang dimiliki. Berikut ulasan masing-masing sistem dasar tersebut.
1. Sistem Sumbu (Wick System)
Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana. Larutan nutrisi diserap tanaman melalui sumbu, tanpa adanya aliran air, sehingga tergolong pula sebagai sistem hidroponik pasif. Biaya untuk sistem sumbu adalah yang paling murah di antara jenis sistem hidroponik lainnya, karena dapat memanfaatkan barang bekas, seperti botol air mineral, ember cat, ataupun styrofoam buah. Kekurangannya, pergantian nutrisi perlu dilakukan secara periodik atau menggunakan aerator akuarium untuk menambah oksigen terlarut yang diperlukan akar.
2. Sistem Kultur Air (Water Culture)
Sistem kultur air disebut juga sistem rakit apung (floating raft). Pada sistem ini penopang tanaman terbuat dari styrofoam kemudian diapungkan pada permukaan larutan nutrisi. Dilengkapi dengan aerator atau pompa udara, sistem kultur air memungkinkan jumlah oksigen terlarut mencukupi bagi akar tanaman.
3. Sistem Pasang Surut (Eb and Flow/Flood and Drain)
Sistem ini menggunakan prinsip pasang surut, yaitu mengalirkan larutan nutrisi untuk membasahi akar (pasang), kemudian beberapa waktu kemudian larutan tersebut segera dialirkan kembali ke bak penampungan (surut). Proses pasang surut diatur dengan alat pengatur waktu.
4. Sistem Fertigasi (Fertilizer + Drip Irrigation)
Sesuai dengan namanya, maka sistem ini menggunakan sistem irigasi tetes untuk mengalirkan air yang telah diberi nutrisi. Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian mudah serta efisien penggunaan air dan nutrisi. Jenisnya terdiri atas 2 (dua) macam, yaitu recovery drip system (larutan nutrisi yang tidak terserap tanaman akan kembali ke bak penampungan) dan non recovery (larutan nutrisi yang tidak terserap akan dibuang).
5. Sistem NFT (Nutrient Film Technique)
Pada sistem NFT, akar tanaman akan selalu kecukupan air, nutrisi, dan oksigen. Hal ini dilakukan dengan cara mengalirkan larutan nutrisi secara terus menerus selama 24 jam dengan ketinggian larutan setipis mungkin seperti lapisan film. Rancangan NFT harus dibuat pada kemiringan, laju aliran, dan panjang saluran yang tepat, sehingga aliran larutan nutrisi dari dan kembali ke bak penampungan dapat berkesinambungan.
6. Sistem Aeroponik
Sebagai sistem yang termahal dengan teknologi canggih, saat ini masih jarang pengusaha atau hobis hidroponik yang menggunakannya. Cara kerja sistem ini adalah melakukan pengabutan pada akar setiap beberapa menit sekali. Dengan memberikan pengabutan secara periodik, maka akar akan terjaga kelembabannya sekaligus mendapatkan nutrisi yang cukup.
Cara bertanam tanpa media tanah ini membuat tanaman benar-benar bergantung pada nutrisi yang dilarutkan dalam air dan yang diperoleh dari udara. Unsur-unsur yang diperlukan oleh tanaman antara lain karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), boron (B), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo) dan khlorin (Cl). Unsur-unsur C, H dan O biasanya disuplai dari udara dan air dalam jumlah yang cukup. Unsur hara lainnya didapatkan melalui larutan nutrisi.
Di pasaran, terdapat dua jenis nutrisi untuk tanaman hidroponik, yaitu nutrisi A dan B. Keduanya diberikan secara bersamaan setelah masing-masing dilarutkan sebagai master larutan A dan B. Dosis menggunakan rumus 5:5:1 yang berarti 5 ml master larutan A dan B dicampurkan ke dalam 1 liter air. Pemberian nutrisi dilakukan secara periodik saat menambahkan atau mengganti air pada bak penampungan dengan menjaga kekerapan partikel nutrisi terlarut (EC) berkisar antara 1,5 – 2.
Yang penting diperhatikan dalam budidaya secara hidroponik adalah menjaga ketersediaan nutrisi, memastikan pH air berada pada 5,5 – 6,5, suhu larutan tidak lebih dari 30o C, serta tanaman tidak terpapar sinar matahari secara langsung (menggunakan paranet 60%), dengan lama penyinaran optimal 6-8 jam per hari. Apabila pekebun atau hobis benar-benar memperhatikan hal-hal di atas, maka hampir dipastikan tanaman apapun yang dibudidayakan akan tumbuh normal dan menghasilkan produk yang berkualitas.
Home
Mengenal Hidroponik
Mengenal Hidroponik
Subscribe to:
Posts (Atom)
EmoticonEmoticon